Kali ini saya berbincang bersama Farah AS, seorang mahasiswa akhir Jurusan Psikologi. Tentang Pentingnya Menerima Diri Terhadap Kesehatan Mental.
Menerima diri atau Self Acceptance merupakan hal penting bagi setiap manusia. Dengan menerima diri, menjadikan kita semakin memahami, kelebihan, kekurangan, dan tujuan hidup. Namun, sempat saya berfikir, bagaimana sih pengaruhnya bagi kesehat mental seseorang. Apalagi saat ini isu kesehatan mental juga mulai banyak yang dibicarakan.
Maka dari itu,di postingan kali ini saya merangkum perberbincangan bersama Farah AS, salah satu teman yang juga aktif membuat podcast dengan topik psikologi. Inilah "Tentang Pentingnya Menerima Diri Terhadap Kesehatan Mental Bersama Farah AS". Perbincangan ditulis dari sebuah obrolan yang saya rekam.
Menurutmu bagaimana sih pentingnya menerima diri? Dan Bagaimana dampaknya bagi kesehatan mental?
Baiklah ini kan opini pribadi, jadi aku tidak perlu memaparkan dari jurnal dan data data dan survey Tapi begini, setelah sempat riset untuk tugas. Didapat dari data kompas, bahwa, sekian juta orang di indonesia sudah mengenal internet. Dan 95% menggunakan sosmed. Jadi begitu banyak masyarakat yang sudah melek media. Pun ketika kita mengamati rekan-rekan kita, baik rekan kerja,komunitas, organisasi, dsb. Banyak dampak dari sosial media ini. Nah saya juga memiliki teman nongkrong untuk mengamati psikologi. Dari kami berlima, mereka bilang bahwa mereka terganggu oleh sosial media, bahkan ada salah satu temanku yang menjadwalkan dirinya untuk membuka whatsapp. Jadi
aku mikir kenapa mereka sangat terganggu, dan kenapa mereka merasa terganggu,terutama ketika mereka melihat instagram.
Dan bahkan gak cuma teman dekat, ternyata banyak banget orang yang merasa insecure, terutama ketika mereka melihat instagram. Ehm, jadi disini aku gak sampai berfikir secara mendalam, tapi ketika beberapa diberi kesempatan oleh Allah untuk mengisi suatu acara tentang body shaming. Salah satu faktor untuk body image kita adalah mengatur sosial media. Kita perlu mengatur apa yang perlu kita follow. Jadi kita perlu memfollow akun-akun yang kita butuhkan,misal aku perlu sedang studi psikologi, aku memfollow nya.
Dari sini apa sih hubunganya dengan menerima diri? Karena sebenernya insecure, tidak percaya diri, merasa tidak nyaman itukan sebenarnya kurang menerima ya, ketika banyak orang berkata bahwa itu indikasi dari tidak bersyukur, bisa jadi. Tapi menurutku bagaimana cara kita bersyukur,? Dengan cara mengenali potensi diri, mengenal diri sendiri, sampai akhirnya kita bisa menggunakan potensi diri kita untuk menjadi khalifah di bumi. Karena kan menurut surat az zariyat ayat 56, bahwa manusia dan jin tidak akan diciptakan kecuali untuk beribadah kepada Allah SWT. Jadi tentu aja dong, penting banget, karena dengan menerima diri kita akan bersyukur kepada Allah yang sudah menciptakan kita, dan kita sudah bisa mengemban amanah Allah untuk menjadi khalifah di bumi.
Apa dampaknya kepada kesehatan mental ? Ketika kita tidak tau sebenarnya diri kita gimana sih, sebenarnya tujuan kita diciptakan untuk apa si, yang membuat kita kurang bersyukur akhirnya menjadikan kita insecure,tidak nyaman,kurang percaya diri melihat pencapaian teman-teman yang lebih dari kita, jadi kesehatan mental terganggu. Sampai kadang ada beberapa teman perlu puasa sosmed. Dan itu juga Alhamdulillah. Karena pun di sosial media banyak hal atau akun yang kita follow sesuai dengan kita. Kita berusaha untuk mengikuti menjaga pandangan kita, tp entah kenapa tetap ada akun yang tidak sesuy dengan kita dan yang tidak sesuai dengan apa yang diajarkan oleh islam. Misal keluar iklan yang tidak, dan itu tidak sengaja. Dan aku bener mengapresiasi temen yang puasa sosial media dengan tujuan demi kebaikan kesehatan mentalnya.
Bagaimana tandanya jika kita sudah menerima diri?
Karena masing-masing kita memiliki definisi yang berbeda atas penerimaan diri. Karena kita dipengaruhi oleh budaya, agama parenting, akhirnya membentuk skema konstruktif berpikir kita. Ali bin abi thalib pun juga mengatakan bahwa “orang lain tidak akan pernah memahamiku, karena sesungguhnya yang bisa memahamiku adalah diriku sendiri dan yang lebih paham atas diriku adalah Allah”.karena ilmu yang diberikan Allah kepada kita itu sangatlah sedikit. Allah pun pernah berfirman bahwa ketika seluruh kayu ditebang, ketika lautan dijadikan tinta, Tidak akan cukup untuk menuliskan ilmu Allah. Dan otak manusia sangat terbatas.
Tandanya, self acceptance tinggi adalah orang yang memiliki toleransi yang besar terhadap rasa frustasi. Misal kita lagi sedang bersama teman, terus ada yang nyeletuk "kamu kok berubah si, kok kamu kayak gini sih" karena kita sudah memahami maka kita akan mentoleransi terhadap hal hal seperti itu
Kategori self acceptance, yang tinggi adalah yang mengenal kelebihan dan kekurangan diri. Dan mereka tidak akan takut. Ketika dikatakan misal kelebihan nya adalah menggambar, kemudian di akademik dia jeblok, tapi karena keluarga dia dan teman dia mensupport, jadi orang seperti ini akan lebih bisa menerima diri dengan lebih baik. Contohnya kayak azka tuh, anaknya Deddy Corbuzier, dia seorang disleksia, dan Deddy meyakinkan anaknya. Sehingga dia menjadi siswa terbaik begitu.
Terus gimana sih caranya? Masya-Allah lagi, Allah memberi kan kesempatan kepada saya untuk mengikuti workshop tentang psikologi positif. Jadi selama ini psikologi itu mengenal manusia berdasar kelebihan ya, makanya butuh diterapi, disupport. Tapi pada abad 20,Seligman ilmuwan psikologi , merilis karyanya berupa psikologi positif yang fokus kepada kekuatan manusia. Ketika temen-temen
mungkin ke psikolog atau konselor, tapi kadang tidak memberi terapi, justru mendorong temen temen untuk memunculkan potensi, sehingga teman teman bisa mengatasi masalah secara mandiri. Kemudian gimana? Nah kitasa coba di http://viacharacter.org/character-strengths, disitu ada 24 sifat yang dibuat rank dan 5 rank tertinggi adalah sifat terkuat kita. Ketika aku mencoba test itu, strength terkuat aku adalah creativity, hope, ada curiosity, fearness dan aku lupa. Yang jelas ada deskripsi nya. Silahkan temen2 download pdfnya, bisa dianalisis ya, cenderung nya bagaimana?
Tentang Pentingnya Menerima Diri Terhadap Kesehatan Mental Bersama Farah AS
|
Farah AS
|
Menurut pandangan Farah sebagai seorang yang melakukan studi dalam bidang psikologi, apakah orang-orang sudah banyak yang menyadari pentingnya menerima diri dan kaitanya dengan kesehatan mental?
Sebenernya ini liat liat lagi ya, karena ini menurut opiniku, setelah mengamati ini. Yang jelas dari instagram dan youtube, sekarang jelas banyak orang-orang yang sudah aware dengan psikologi dan kesehatan mental. Kemudian pentinganya penerimaan diri, ketika aku mengamati, temen- temen sudah banyak yaa. Tapi temen-temen kebanyakan terlalu fokus ke self love gitu, padahal kan,penerimana diri itu self acceptance. Ini yang sebenernya perlu dikulik lagi perbedaan antara self love dan self acceptance. Padahal kalo kita belajar psikologi yang ada konstruk teorinya adalah self acceptance gitu. Jadi bagaimana sekarang akhirnya akun sosmed yang concern ke jiwa, kebanyakan psikologi populer gitu, untuk yng psikologi berdasarkan yang akademisi malah gak muncul, padahal seharusnya mereka ini yang mengUpkan ilmunya gitu, agar masyarkaat teredukasi, dengan psikologi yang dari data.
Di Indonesia kan erat sekali dengan budaya kepercayaan, dan kaitannya
dengan agama. Apakah itu berpengaruh bagi penerimaan diri seseorang terhadap kesehatan mentalnya?
Ini juga menurutku lagi ya, jadi sebagai muslimah, tentunya agamanya adalah islam. Jadi karena islam adalah pegangan utamanya Al Qur'an dan sunnah, semua itu datangnya kan dari Allah, tadi juga sudah pernah dijelaskan oleh Ali bin Abi Thalib bahwa: "bahwa orang lain tidak akan pernah memahamiku, karena sesungguhnya yang bisa memahamiku adalah diriku sendiri dan yang lebih paham atas diriku adalah Allah", jika kita kembali kepada Quran dan As Sunnah, berarti kita merujuk pada Tuhan, kepada Allah yang lebih memahami kita, tentang standar-standar sehat mental, standar-standar mengenali diri. Sebenarnya inilah yang perlu digali lagi, kemudian. Kalo dari kacamata psikologi sendiri, mungkin ada tools rujukan, yaitu dengan konsultasi ke profesional, tes kepribadian, tapi kita tetep kembali lagi ke fitrah kita sebagai manusia.